Rabu, 31 Agustus 2011

Curhat Seorang Dokter

Berikut ini adalah sebuah catatan kecil yang pernah saya baca dari buku Malapraktik buah pena Dokterkyu. Catatan kecil ini merupakan seekelumit pengalaman yang dimiliki oleh sang penulis selama menjadi seorang dokter. Ternyata kenyataan yang terjadi tidak sebaik apa yang dipikirkan banyak orang. Anyway, semoga catatan ini bermanfaat yaa..^_^


"Dulu, kukira menjadi dokter itu hebat
Bisa hidup bahagia, dihormati orang, dan tentunya .... banyak duiit!!!!
Dulu, kupikir dokter itu orang yang mulia
Membantu orang banyak tanpa pamrih
Tapi ternyata aku SALAH !!!
Ternyata lebih enak jadi dukun yang celap-celup batu di air. Walaupun sampai ada orang yang tewas dan tak pernah sembuh, tapi tak pernah dituntut
Sekarang mau jadi dokter susah, sedang menempuh pendidikan dokter susah, sudah jadi dokter eh malah tambah susah..
Mulai dari sertifikasi kompetensi, syarat ini-itu untuk praktik, sampai tuntutan malapraktik yang selalu menghantui
Ffuh, aku heran kenapa makin banyak kasus yang mencoreng pengabdian seorang dokter
Apa yang salah?? dokternya kah?? rumah sakit kah?? atau tuntutan pasien yang terlalu tinggi?"






based on "Malapraktik: catatan jujur seorang dokter"



Rabu, 24 Agustus 2011

FINALLY :)

akhirnya setelah harus belajar skian lama..
ikut tes sana sini..
sampai mungkin harus mengeluarkan biaya yg tdk sedikit untuk pendaftaran, dkk..
ALHAMDULILLAH, Allah ternyata msh mendgrkan doa saya dan kedua orang tua saya..
saya berhasil untuk diterima di fakultas yang saya inginkan apalagi masih berada di kota saya tercinta..
sehingga saya bs membahagiakan orang tua saya dan tdk perlu harus semakin merepotkan kedua orang tua saya..
 sekali lagi terima kasih ya Allah sebesar-besarnya atas segala rahmat dan nikmat-Mu.. :)

Sabtu, 13 Agustus 2011

Malu Aku Jadi Dokter di Indonesia

Berikut ini sebuah realita yang terjadi di Indonesia:

Rumah (Yang) Sakit
Resep dokter ditulis tak rasional, lebih banyak pasien berobat kalau punya uang saja, komersialisasi layanan medik yang dirasakan tak manusiawi. Itulah potret layanan medik yang dibaca dengan kacamata bukan orang medik. Saya ingin mengulasnya dari kacamata pekerja medik.
***

Membangun di hulu
Untuk menguak mengapa layanan medik kita meresahkan masyarakat, tugas dan kewajiban pekerja medik kita perlu dikenali masyarakat. Lebih banyak rakyat Indonesia baru berobat kalau punya uang. Dua pertiga dari mereka tidak sekolah tinggi dan lemah kemampuan hidup sehatnya. Karena itu, arah pembangunan kesehatan kita jelas garisnya pencegahan.
Dengan konsep pencegahan (primary health care) kesehatan di hulu kita bangun. Pilihan itu dinilai lebih efisien. Lihat saja Bangladesh. Bukan sebab anggaran kesehatan dinaikkan maka Banglades lebih sehat dari kita, melainkan karena Banglades teguh melakukan layanan pencegahan.
Membangun di hulu ongkosnya jauh lebih murah. Karena jika hulu tidak dibangun, di hilir jumlah orang sakit terus meningkat. Karena angka penyakit meningkat, anggaran habis buat belanja obat. Belanja obat lebih mahal ketimbang ongkos bikin rakyat tidak sakit sejak di hulu.
Puskesmas menjadi tulang punggung pembangunan kesehatan di hulu. Namun, puskesmas bukan rumah sakit sehingga hanya mampu melayani satu dari lebih 12 program. Di sana, masyarakat kita yang masih belum melek sehat dilatih menjadi pintar agar tidak sakit. Namun tidak semua puskesmas mampu melakukan pembangunan di hulu. Akibatnya, rumah sakit masih seperti pasar malam. Yang dilayani melebihi kapasitas yang melayani. Maka, layanan medik cenderung tak profesional.
***

Konsekuensi Sistem
Dari dulu sukar mengatur distribusi tenaga dokter. Semua dokter muda kepingin praktik di kota besar supaya lekas maju. Kalaupun mau di puskesmas, apalagi di daerah terpencil, mereka minta imbalan gaji atau janji spesialisasi. Hal itu normal, bukan saja sekolah dokter memakan waktu lama dan ongkosnya tidak kecil, tetapi juga pencitraan : “bukan dokter kalau tak punya rumah dan mobil pribadi“.
Citra kumuh dokter mengurangi kepercayaan pasien. Profesi dokter butuh faktor trust. Di mata pasien, lulus cum laude saja tak cukup, kalau dokter pergi praktik naik ojek. Berbeda dengan dokter di negara dengan sistem layanan medik, citra profesi cukup dibangun dengan berpraktik di satu rumah sakit. Perhatian dan konsentrasi kerja dokter tak perlu pecah terbagi mencari tambahan di tempat lain.
***

Lebih Berat
Bobot kerja profesi dokter kita jauh lebih berat daripada dokter negara maju. Pasien puskesmas bisa ratusan. Bagaimana bisa teliti memeriksa. Akibatnya, kesehatan gagal dibangun di hulu sehingga orang sakit terus meningkat.
Tugas dokter puskesmas bukan hanya memeriksa pasien. Dua pertiga jam kerjanya harus di lapangan untuk menyuluh, rapat dengan pamong, dan meninjau masyarakat.
Bobot kerja dokter rumah sakit juga melebihi ketika bekerja profesional.
Tak heran kalau ada profesor kita yang salah membaca hasil rontgen.
Tentu bukan karena kebodohan. Kasus malapraktik acap terjadi akibat bobot kerja dan kondisi profesi seperti dipikul rata-rata dokter kita.
***

Kekuasaan Dokter
Harus diakui kekuasaan profesi dokter kelewat tinggi. Apa pun yang diminta dokter pasien hanya bisa patuh saja. Ketidaktahuan medik pasien membuat pasien tak berdaya di hadapan dokter. Moral dokter bisa tergoda mencari untung dari ketidaktahuan pasien.
Sekolah dokter mengajarkan agar menulis resep rasional. Kalau ada obat lebih murah dengan efek sama mengapa menulis yang lebih mahal.
Kalau tak perlu dirawat atau wajib operasi, mengapa memilih memberatkan pasien. Sumpah dokter melarang memperlakukan pasien seperti nomor. Dokter wajib menjawab pertanyaan pasien, menjelaskan sebelumnya mengenai operasi yang akan dilakukan.
Industri medik juga meningkatkan overutilisasi alat pemeriksaan (karena memeriksa apa saja yang sebetulnya tidak diperlukan) menjadikan rakyat yang sungguh memerlukan akhirnya tak mendapatkannya sehingga mereka merasa diperlakukan diskriminatif. Di beberapa negara ada regulasi pembatasan jumlah pasien sehari. Kita tidak.
Sekarang terjawab mengapa kalau lebih sering muncul kasus malapraktik, kalau pasien lebih sering bertemu dokter yang tak ramah (misconduct). Sebagian muncul sebagai konsekuensi sistem kesehatan yang kita pilih, tingginya otonomi dokter, dan moral profesi yang goyah. Ditambah dengan struktur penggajian tenaga dokter dan kebijakan praktik dokter membuat masyarakat masih berpikir untuk berobat ke Ponari.
Ketika rakyat masih memerlukan layanan kesehatan primer, industri medik malah terus menekan. Sebagai dokter, tak patut bila karena potret buruk, cermin dibelah. Namun, karena profesi dokter masih dipagari oleh etika profesi, posisi saya serba salah. Otokritiknya, perlu solusi membangun “praktik bersama” agar berlangsung proses tilik-sejawat (peer review) sehingga kekuasaan dokter tidak tanpa batas.
Untuk itu sistem kesehatan saatnya menggratiskan setiap warga negara. Kita mampu melakukannya. Pendidikan etika medik menjadi modul tersendiri bagi setiap calon dokter sehingga pembangunan kesehatan di hulu dapat berhasil.
Bila rakyat makin pintar sehat, makin kritis, dan skeptik, makin berkuranglah kekuasaan dokter. Dokter tak berani berpraktik seenaknya lagi. Kekuasaan dokter perlu dibagi untuk hak pasien. Hukum kedokteran saatnya ditegakkan. Walau tidak setiap kasus yang merugikan pasien adalah salah pihak medik, dan masih banyak dokter yang baik, tetapi jika perubahan di atas tak terjadi, malu aku jadi dokter Indonesia.




dokter7


 copas from http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/25/0326331/malu.aku.jadi.dokter.indonesia

Remember !!!



If you’re breathing,
remember to think a good thing,
remember to think positively,
remember to do a good thing,
remember to do a right thing,
remember to speak a good and a right thing,
remember to control your thinking, acting, and speaking.
In order, watch your mind, mouth, and your action.

These are your practice every time and you must keep all of these in your mind. 

PS: Don’t do something that just waste your life and can make you forget to what is the right thing. Use your time effectively with a good thing.


copas from http://selfyparkit.wordpress.com/poemproverbmusic/

Ucapan syukur

"Aku bersyukur karena hari ini aku masih dapat melewati kembali kehidupanku di dunia,
Masih dapat bernafas dengan sehat,
Masih dapat makan dengan layak,
Masih dapat bertemu keluarga dan orang-orang yang kusayangi,
Masih dapat berbuat baik dan hal yang bermanfaat serta berguna untuk orang lain,
Besok Aku akan lebih baik lagi berusaha dan berjuang dalam hidup ini,
Mengusahakan yang terbaik untuk diri sendiri dan makhluk lain,
Apa pun yang terjadi akan Aku hadapi dengan kesabaran, penuh cinta dan kasih sayang
Semoga semua makhluk berbahagia."


copas from http://selfyparkit.wordpress.com/2010/07/17/ 

Rabu, 29 Juni 2011

puji syukur tiada tara

Alhamdulillah...
hasil ujian kemarin tidak mengecewakan..
akhirnya,,
aku bs melihat mereka tersenyum,,
terima kasih ya ALLAH..

Kamis, 16 Juni 2011

Don't fear mistakes

Mistakes and bad decisions are some of our greatest teachers.
If you never did anything wrong, you would never learn anything new.
Think of mistakes as opportunities to learn and grow, and give yourself full license to make them.
We are all imperfect people.
If you are able to embrace your imperfections and laugh at yourself,
you will become more flexible and open-minded.